Jumat, 09 September 2011

Kesetiaan pada Sebuah Pemberian Nama

Salut sama Dra. Tuminem, S.H. ini yang setia kepada nama pemberian untuknya tersebut walaupun dia udah jadi orang sukses. Padahal beberapa orang kalo orang uda sukses lebih memilih mengganti nama, nama Junaedi bisa jadi Arjuna, nama Bejo bisa jadi Benny, nama Jumiatun bisa jadi Mia. Halahh halaaahhhhh. Kalo Dra. Tuminem, S.H. pengen ngganti nama, jadinya apa ya? Hmmmmm... tanya siapa.

Hope you success always ya Tante Tuminem... *lucu ya, tapi  bagus...LOL*


-foto ini diambil di depan rumah di jalan bromo, malang-

Ternyata Penghargaan juga Makanan

Saya baru aja baca buku How to Win Friends and Influence People. Di sini jelas banget penjelasan tentang Nobody likes Criticism… dan semua orang sebenarnya senang dipuji dan dikasi penghargaan. Tapi nyatanya, orang-orang, eh, saya, ngritik daripada muji atau ngasi penghargaan. Kalo ada yang salah, dikritik, kalo ada yang bener, kaga diapa-apain. Gilak loh.. jahat. Padahal itu kebalik banget. Contohnya aja, kalo kita dibikinin minuman, dan terlalu manis. Otomatis kita, eh, saya, akan berbicara “Wahh, kemanisan nihh”. Tapi kalo tu minuman pas banget dan enak, apakah secara otomatis kita, eh, saya, akan berbicara, “Sumpah, ini enak banget, pas banget rasanya, makasih ya”. Hmm… mungkin sebagian besar dari kita jarang seperti itu. Padahal kalo kita ngasih penghargaan itu, pasti si pembikin minuman bakal seneng banget, dan otak kita pun kayaknya pasti bakal ngirim signal ke hati kita untuk ikutan seneng. Coba aja kalo nggak percaya... 100% guarantee.

Ngomong-ngomong tentang penghargaan, di buku ini diceritain kalau di Amerika, ada salah satu orang yang digaji 1 juta dolar setahun (dimana pada saat itu 50 dolar seminggu udah cukup baik) bernama Charles Scwhab. Dia diangkat jadi presiden pertama Perusahaan Baja Amerika oleh Andrew Carnegie. Dan kenapa si Andrew tuh mau membayar hingga 1 juta dolar? Apa karena Charles Scwhab genius? Karena Scwhab tau banyak tentang rekayasa baja? TIDAK. karena kalo itu alasannya, pasti bukan Scwhab yang terpilih. Masih banyak yang lebih bagus. Singkat cerita ternyata si Scwhab ini ternyata digaji sebegitu banyak karena kemampuannya berhubungan dengan orang lain. Dia bener-bener nghargain pekerjaan orang banget dan membuat orang-orang tersebut merasa nyaman. Cara dia ya simple, cuma nggak pernah ngritik, dan selalu ngasih penghargaan yang tulus, bukan sanjungan merah di bibir aja. Dan nggak bisa dipungkiri pastinya perusahaan manapun memang sangat membutuhkan orang seperti itu. 

Selain tentang Scwhab, di buku ini juga ada cerita yang kira-kira begini… Si penulis bilang “saya pernah puasa nggak makan apapun selama 6 hari. Saya kuat. Dan emang lapar di hari keenam lebih nggak terasa dibanding 2 hari sebelumnya.” Mungkin sama dengan orang yang 6 hari sama sekali nggak dikasi penghargaan. Pasti dia lapar banget, tapi di hari keenam dia merasa lebih nggak lapar dibanding 2 atau 3 hari sebelumnya. Tapi poinnya bukan itu. Poinnya adalah “kita, (eh, semoga saya aja), kok tega sih nggak ngasi makan ke orang tersebut? Udah jelas orang tuh butuh penghargaan, butuh pujian. Tapi kok kita tega nggak ngasi penghargaan sama sekali ke sahabat kita, bawahan kita, dan orang-orang sekitar kita yang lain. Kok kita tega sih nggak ngasi “makanan” tersebut dan ngebiarin lapar gitu aja?” Padahal kan gratis ngasihnya.

Yaaa, mungkin gara-gara ketidaktahuan kita, eh, saya, aja ya tentang betapa pentingnya penghargaan dalam diri manusia dan betapa hebatnya penghargaan tersebut di hati manusia sehingga kita, eh, saya, sering lalai dalam memberi makanan yang bernama “penghargaan” itu. Mudah-mudahan aja mulai detik ini lahir Schwab-schwab baru sehingga nggak ada kelaparan lagi di sekitar kita…