Selasa, 15 Januari 2019

HALAL MAH BEBAS?


“Halal mah Bebas"

Kata yang sering banget kita dengar akhir-akhir ini, diucapkan oleh anak muda di Indonesia raya tercinta. Nggak salah juga sih, kalau teman-teman sudah menyandang status suami dan istri mah memang bebas, dalam artian melakukan hubungan intim yang sedalam-dalamnya pun tidak mendapatkan dosa melainkan mendapatkan pahala. Begitu ya maksudnya?!

Iya, saya juga memahami dengan pernyataan bebas ketika sudah menyandang status suami istri dan hal yang pada awalnya dosa pun akan menjadi pahala, namun bicara tentang hal tersebut bukan berarti teman-teman bisa bebas bermesraan di manapun. Menurut hemat saya sih gitu.

“Lhoh kan udah suami istri, bermesraan dengan pasangan halal kan dapat pahala”

“Iya sih, tapi kalau bermesraannya di depan umum atau di tempat yang orang lain bisa melihat aktifitas teman-teman, apakah itu tidak menimbulkan penyakit bagi yang melihat?”

Pernah nggak sih terpikir…

Ketika teman-teman bermesraan di tempat umum, bisa jadi ada orang lain yang risih, bisa jadi ada orang lain yang iri atas kemesraan tersebut, bisa jadi ada orang lain yang berpikir “aku ingin segera menikah agar bisa bebas bermesraan sebebas-bebasnya”.

Atau malah hal tersebut yang membuat teman-teman bangga? Semoga bukan begitu ya.

Saya pernah loh diajak menikah dengan ditodong.

“Aku pengen kita nikah. Gmn? Aku kasih waktu sampe bulan depan, kalau kamu masih bingung, aku udah nggak bisa nunggu!!!”

Gile aje, lu mau beli ikan aja kudu nawar baek-baek. Ini mau ngajak nikah udah kayak malakin orang. Walhasil, saya tolak. Saya masih punya hati yang ingin disayang dan diminta baik-baik, bukan ditodong.

Untuk kasus saya, saya kurang tau apa alasannya, tapi untuk kasus yang lain bisakah terjadi karena dampak dari kemesraan teman-teman di depan umum? Bisakah hal tersebut terjadi karena seseorang iri dan terpicu untuk segera bisa menjadi seperti teman-teman?

In My Sotoy Opinion, BISA!

Teman-teman, percayalah, tidak ada salahnya untuk menjaga perasaan sekitar kita, terutama untuk yang belum dipertemukan dengan jodoh terbaiknya, atau mungkin sedang bermasalah dengan pasangannya, atau mungkin baru saja ditinggal oleh pasangannya, dan lain-lain.

Kalau bicara tentang pahala dan dosa, mencari pahala dengan pasangan tidak harus dengan cara menyakiti perasaan orang lain juga kan ya?! Setau saya sih menyakiti perasaan orang lain juga dosa, belum lagi ketika kegiatan teman-teman tersebut membuat orang yang melihat menjadi ingin menikah dengan niat yang kurang benar, ingin cepat menikah tanpa pertimbangan yang matang, mengidentikkan pernikahan dengan bebas bermesraan di manapun misalkan, padahal pernikahan memiliki permasalahan seabrek di dalamnya. Apakah tidak akan menjadi lingkaran setan yang mulek begitu-begitu saja polanya?

Maka dari itu, marilah kita saling menjaga perasaan, marilah kita telaah lagi apa niat kita ketika bermesraan, kalau niatnya membuat orang lain iri, boleh ditahan keinginannya, tapi kalau memang niatnya ingin menyenangkan pasangan, silakan dengan bijaksana melakukannya di tempat yang semestinya.

Ekspresi cinta boleh ditumpahkan di mana-mana? Kalah dong sama sisa air minum. Air minum aja punya tempat, hanya boleh ditumpahkan di tempat cuci piring.

Menyalurkan hasrat boleh di mana-mana? Kalah dong sama penyaluran sumbangan. Sumbangan aja punya tempat, harus disalurkan di posko yang tepat.

Halal mah bebas? Guys, ke seminar MLM yang lu jadiin bahan olokan aja kudu bebas rapi, masa’ mesra-mesraan bisa bebas tanpa aturan…

Yuk, hargai diri sendiri dan pasangan, yuk bijak menggunakan ajaran agama serta bersama-sama menjaga perasaan.

Salam cinta dan kasih sayang dari seorang umat yang menginginkan kedamaian.



Selasa, 08 Desember 2015

Lebih dari sekedar patah hati

Maaf kalau blog ini lama-lama isinya drama dan curhatan. Rasanya saya nggak sanggup menuangkan di lagu. Kebanyakan suntuk yang ditahan. Kebanyakan. Kalau lagi pegang pulpen sama kertas dan mau nulis lirik, yang ada malah pulpennya terlempar atau kertasnya basah kena air mata. Saya belum sanggup. Saya cuma sanggup cerita. Maaf kalau saya mengeluh. Tuhan, maaf kalau saya sering cerita dan mengeluh akhir-akhir ini.

Kalau tentang hari ini, intinya, saya sadar saya nggak pernah sanggup ditinggal. (Mungkin saya pernah cerita sebelumnya ya...)

Pas saya umur 3 tahun, papa ke Dili, dan saya nangis berhari-hari. Itu artinya, sejak kecil saya nggak pernah kuat sama perpisahan.

Yang baru-baru ini, Zipo, orang yang sempet jadi musuh kemudian sahabat, 1 tahun di kantor bareng, tiba-tiba harus sekolah ke Kanada. Saya bahagia. Sangat bahagia. Tapi pasti sedih karena ditinggal. Banget. Nangis? Iya. Di depan dia nangis? Enggak. Sepulang nganter dia ke airport saya nangis kejer.

Yang hari ini, Senja, orang yang menurut saya jadi malaikat banget. Malaikat yang dikirim Tuhan untuk tinggal di rumah saya dan orang yang nemenin saya sejak saya galau, putus, sampai masih stres hari ini. Dia nikah 4 hari lagi. Saya bahagia. Sangat bahagia. Saya nggak sabar datang ke nikahannya. Tapi pasti sedih karena ditinggal. Banget. Nangis? Iya. Di depan dia nangis? Enggak. Sepulang nganter dia ke terminal saya nangis kejer sampe ketiduran.

Yang sebentar lagi, Mas Aldy, kakak satu-satunya. Dia bakal nikah kurang dari sebulan lagi. Saya bahagia. Sangat bahagia. Tapi pasti sedih karena akan ditinggal. Banget. Kalau dia tinggal di rumahnya sendiri sama istrinya, saya akan ada di rumah yang saat ini saya tinggali sendirian. Nggak sendirian juga sih, mungkin saya ada temannya, tapi bukan orang deket.

Trust me, ini rasanya lebih dari sekedar patah hati. Sayang banget sama orang yang deket dan udah kamu anggap saudara kemudian harus membiasakan diri berpisah itu rasanya lebih dari sekedar patah hati. Sumpah. Lebih dari sekedar patah hati. Sekali lagi. Lebih dari sekedar patah hati.



Rabu, 25 November 2015

Ojok Drama, Mon

“Ojok drama, Mon!”. Itu kata yang lagi ada di otak saya sekarang. Kata yang diucapkan teman saya. “Ojok drama Mon, nangis ya udah nangis, sedih ya sedih, marah ya marah, tapi ya udahlah, cowok juga ada semilyar di dunia ini, bukan dia doang. Kamu masih punya kehidupan!”. Akhirnya saya berpikir ya udahlah, toh saya menyertakan-Nya dalam keputusan saya untuk mengakhiri hubungan saya, daripada melanjutkan tapi keadaannya nggak membaik. Semoga ini yang terbaik.

Saya yakin kita selalu berdoa untuk dipilihkan yang terbaik, dan ketika kami semakin nggak jelas, bisa jadi saya bukan yang terbaik untuk dia, begitu juga dia, bukan yang terbaik untuk saya. Bisa jadi juga saya penghalang bagi pertemuan dia dengan jodohnya yang sebenarnya.

Ngrasa gagal? Pasti.

Ngrasa amburadul? Pasti.

Ngrasa males jatuh cinta lagi? Pasti.

Ngrasa butuh orang-orang yang bisa nemenin? Pasti.

Ngrasa rendah diri? Pasti. Saya belum lulus, saya belum settled di karir, saya belum matang di sikap, dan saya baru gagal dalam hubungan.

Tapi ya udahlah, dinikmati aja. Semua ada waktunya. Sekarang waktunya saya belajar nata hidup lagi, belajar mencintai diri sendiri terlebih dahulu.

Untuk kalian yang mungkin juga baru gagal dalam hubungan, it's ok to galau, tapi dramalah secukupnya aja, nggak usah banyak-banyak, rencana-Nya pasti indah kok :) #selftalk