Selasa, 08 Desember 2015

Lebih dari sekedar patah hati

Maaf kalau blog ini lama-lama isinya drama dan curhatan. Rasanya saya nggak sanggup menuangkan di lagu. Kebanyakan suntuk yang ditahan. Kebanyakan. Kalau lagi pegang pulpen sama kertas dan mau nulis lirik, yang ada malah pulpennya terlempar atau kertasnya basah kena air mata. Saya belum sanggup. Saya cuma sanggup cerita. Maaf kalau saya mengeluh. Tuhan, maaf kalau saya sering cerita dan mengeluh akhir-akhir ini.

Kalau tentang hari ini, intinya, saya sadar saya nggak pernah sanggup ditinggal. (Mungkin saya pernah cerita sebelumnya ya...)

Pas saya umur 3 tahun, papa ke Dili, dan saya nangis berhari-hari. Itu artinya, sejak kecil saya nggak pernah kuat sama perpisahan.

Yang baru-baru ini, Zipo, orang yang sempet jadi musuh kemudian sahabat, 1 tahun di kantor bareng, tiba-tiba harus sekolah ke Kanada. Saya bahagia. Sangat bahagia. Tapi pasti sedih karena ditinggal. Banget. Nangis? Iya. Di depan dia nangis? Enggak. Sepulang nganter dia ke airport saya nangis kejer.

Yang hari ini, Senja, orang yang menurut saya jadi malaikat banget. Malaikat yang dikirim Tuhan untuk tinggal di rumah saya dan orang yang nemenin saya sejak saya galau, putus, sampai masih stres hari ini. Dia nikah 4 hari lagi. Saya bahagia. Sangat bahagia. Saya nggak sabar datang ke nikahannya. Tapi pasti sedih karena ditinggal. Banget. Nangis? Iya. Di depan dia nangis? Enggak. Sepulang nganter dia ke terminal saya nangis kejer sampe ketiduran.

Yang sebentar lagi, Mas Aldy, kakak satu-satunya. Dia bakal nikah kurang dari sebulan lagi. Saya bahagia. Sangat bahagia. Tapi pasti sedih karena akan ditinggal. Banget. Kalau dia tinggal di rumahnya sendiri sama istrinya, saya akan ada di rumah yang saat ini saya tinggali sendirian. Nggak sendirian juga sih, mungkin saya ada temannya, tapi bukan orang deket.

Trust me, ini rasanya lebih dari sekedar patah hati. Sayang banget sama orang yang deket dan udah kamu anggap saudara kemudian harus membiasakan diri berpisah itu rasanya lebih dari sekedar patah hati. Sumpah. Lebih dari sekedar patah hati. Sekali lagi. Lebih dari sekedar patah hati.



Rabu, 25 November 2015

Ojok Drama, Mon

“Ojok drama, Mon!”. Itu kata yang lagi ada di otak saya sekarang. Kata yang diucapkan teman saya. “Ojok drama Mon, nangis ya udah nangis, sedih ya sedih, marah ya marah, tapi ya udahlah, cowok juga ada semilyar di dunia ini, bukan dia doang. Kamu masih punya kehidupan!”. Akhirnya saya berpikir ya udahlah, toh saya menyertakan-Nya dalam keputusan saya untuk mengakhiri hubungan saya, daripada melanjutkan tapi keadaannya nggak membaik. Semoga ini yang terbaik.

Saya yakin kita selalu berdoa untuk dipilihkan yang terbaik, dan ketika kami semakin nggak jelas, bisa jadi saya bukan yang terbaik untuk dia, begitu juga dia, bukan yang terbaik untuk saya. Bisa jadi juga saya penghalang bagi pertemuan dia dengan jodohnya yang sebenarnya.

Ngrasa gagal? Pasti.

Ngrasa amburadul? Pasti.

Ngrasa males jatuh cinta lagi? Pasti.

Ngrasa butuh orang-orang yang bisa nemenin? Pasti.

Ngrasa rendah diri? Pasti. Saya belum lulus, saya belum settled di karir, saya belum matang di sikap, dan saya baru gagal dalam hubungan.

Tapi ya udahlah, dinikmati aja. Semua ada waktunya. Sekarang waktunya saya belajar nata hidup lagi, belajar mencintai diri sendiri terlebih dahulu.

Untuk kalian yang mungkin juga baru gagal dalam hubungan, it's ok to galau, tapi dramalah secukupnya aja, nggak usah banyak-banyak, rencana-Nya pasti indah kok :) #selftalk

Senin, 16 November 2015

Pray for Our World

Turut berduka cita untuk Paris, Jepang, Beirut, dan tempat-tempat lain yang sedang terkena bencana ya. Semoga semuanya segera membaik dan nggak ada bencana-bencana lain di muka bumi ini. Aamiin.



Sejujurnya, mungkin doa-doa mereka yang tulus mendoakan tempat-tempat yang sedang terjadi bencana itu agak terganggu ya. Orang yang mau bersimpati juga jadi pikir-pikir. Masalahnya gini, di path, di instagram, facebook, dan sosmed yang lain lagi full sama perbandingan bencana yang (menurut saya) nggak etis aja. Sekali lagi. Menurut saya.

Ada yang bilang gini.
“Kenapa pas Paris yang kena bencana, kamu langsung ganti profpic?”

Tidak sedikit juga dari mereka yang mengatakan, “Pas Indonesia kena kabut asap, kalian kok nggak ganti profpic?”, “Kalian kok nggak seheboh ini pas Gaza kena bencana?”

Padahal jawabannya juga simple.
Jawabannya : Karena memang itu yang saat ini disediakan oleh sang sosmed

NAH!!!

Sekali lagi, pada saat bencana-bencana sebelumnya, nggak ada fasilitas untuk ganti profpic. Kemudian, marilah kita berpikir. Bentuk simpati bukan hanya dengan ganti profpic kan?!

Kalau kita nggak ganti profpic, tapi pada saat itu nyumbang dana atau bahkan jadi volunteer pas Indonesia kena kabut asap, apa kita harus ngasih pengumuman? Kalau kita pada saat itu berdoa dengan sangat amat kepada Gaza, apa kita juga harus ngasih pengumuman?

Stop ngjudge dan banding-bandingin deh ya Guys. Kita bareng-bareng aja berdoa untuk semua tempat yang terkena bencana saat ini dan semoga ini tidak lagi terjadi di kemudian hari. Itu harapan saya.

Ada satu harapan lagi sih, semoga ini nggak disangkutpautkan dengan agama Islam karena saya yakin tiap agama itu baik, termasuk Islam. Kalaupun ada peperangan, terorisme, atau apapun, pelakunya mungkin nggak punya agama J

Kamis, 15 Oktober 2015

Sekelibet cerita tentang perasaan

Lagi baper nih.

Tentang love? Bukan. Kalau tentang itu, biarlah saya sama Tuhan aja yang tahu. Ini tentang yang lain. Sama dalamnya. Tentang agama. Tentang perbedaan.

Bicara tentang agama, saya tinggal di Indonesia yang katanya Bhinneka Tunggal Ika dan ada beberapa agama yang diakui. Saya sendiri memeluk agama Islam. Kebetulan, saya juga punya sepupu yang berbeda agama dengan saya, namanya Danis, dia Kristen. Kebetulan lagi, sahabat baik saya juga memeluk agama Kristen. Zipora namanya. Menurut saya, semua agama itu baik, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, semuanya baik dan pantas untuk dihormati. Bahkan sebenarnya saya juga punya teman atheis, dan saya tetap menyadari bahwa tidak ada alasan untuk tidak berteman hanya karena beda kepercayaan. Toh dia baik dan menghormati saya sebagai muslim.


Akhir-akhir ini saya merasa saling menghormati itu damai. Saya kadang mengingatkan Danis dan Zipora untuk ke gereja. Saya juga beberapa kali mengatakan “Salam untuk Tuhan ya, nitip doa juga, doa yang baik untuk kita semua”. Sama halnya dengan mereka, mereka juga mengingatkan saya untuk sholat 5 waktu. Bahkan Zipora juga bersedia menghubungi saya untuk sekedar membangunkan saya ketika saya berniat sholat malam atau sahur. Damai rasanya, terasa tulus, walaupun kami beda dan tidak ada keuntungan ketika saling mengingatkan.


Sampai akhirnya hari ini saya melihat video berita yang dishare Zipora di fb. Dia sedih akan kejadian di Jawa Barat di mana beberapa gereja dibakar oleh orang yang mengaku muslim radikal. Banyak yang dirusak, dicorat-coret, dan perbuatan lainnya. Saya merasa ikut sedih dan menyesalkan kejadian itu, entah kenapa saya sampai minta maaf atas kejadian tersebut. Saya juga bertanya-tanya, apa benar Indonesia masih Bhinneka Tunggal Ika? Apa benar negara saya ini masih mengakui 6 agama? Kalau jawabannya memang “masih” dan kamu juga jawab “iya, masih”, marilah sama-sama saling menghormati, tidak memprovokasi dan mudah terprovokasi, saling menjaga hubungan. Apapun kepercayaan kamu, saya juga berharap mari sama-sama berdoa agar Indonesia tetap Bhinneka Tunggal Ika, tetap rukun, dan tidak akan pernah lagi ada pertengkaran antar umat beragama, antar suku, atau apapun J

Sabtu, 22 Agustus 2015

Just like Seasons, People Change. Iya nggak sih?

Honestly, I feeling resentful and I dont know why. I just wanna say “Hi, I miss you. Sorry, I mean, I miss the old you”. I hate it when someone is exactly like you and then slowly morphs into a stranger. It can be because we don’t talk at several days or you've got a little world of your own. All the little things added up to being a big thing and here we are not recognizing each other. It makes me sad to see people I love change into something unrecognizable. I sad when someone who I know change become someone who I knew.


Sometimes everyone changed to grow and maybe I sad ‘cause I have not been able to grow. Yeyeaahh... that’s point could soothe my mind. So, I have to grow up and find my own world. I wish I can stop remembering how they used to be ‘cause “just like seasons, people change, but the difference is, once gone, seasons come back”.

Jumat, 10 Juli 2015

Sekelibet cerita ketika beneran ditinggal

Edisi curhatnya dimulai lagi. Kalau kemarin-kemarin sempat galau karena akan ditinggal, sekarang semuanya udah terjadi, and all I have to do is move on. Udah mulai adaptasi sih nggak ada orang yang dijambak di kantor, udah mulai adaptasi nggak ada yang saiko di kantor, udah mulai adaptasi makan di kedai nggak ada yang bikin ribut, dan udah mulai adaptasi dengan segala hal.

Tiba-tiba jadi keinget juga tentang kata seseorang “Udahlah, 1 atau 2 bulan kalian pisah, kalian udah saling nglupain dan punya temen baru”. Sadis sih. Sedih juga inget kata-kata itu. Tapi ya udahlah siap-siap aja kalau memang beneran akhirnya kayak gitu, walau berharapnya nggak kayak gitu. Yang pasti, tetap saling ngedoain satu sama lain dan saling jaga hubungan satu sama lain.

1 hal yang ada di pikiran saya saat ini adalah :
Dear ilmuwan2 yang saya kagumi,

Saya nggak butuh robot, saya masih bisa melakukan hampir segala hal.
Saya butuhnya pintu ke mana saja. Tolong segera temukan ya. Saya mau ketemu orang-orang yang saya sayang setiap hari.

Terima kasih.

Sincerely,

Aldamonn


Sabtu, 09 Mei 2015

Sekelibet cerita dari orang yang akan ditinggal

Lagi galau. Mau ditinggal orang (lagi dan lagi)...

Kadang saya berpikir, hidup itu cuma tentang datang dan pergi, atau meninggalkan dan ditinggalkan. Tentang cinta? Dia datang tiba-tiba dan pergi pada saatnya. Kehidupan cinta saya saat ini? Alhamdulillah lancar, tapi selalu ada yang meninggalkan dan ditinggalkan karena saya dan Cahyo LDR. Kalau Cahyo ke Malang, ya pada akhirnya dia meninggalkan saya di Malang. Kalau saya ke Jakarta, ya pada akhirnya saya meninggalkan dia di Jakarta.

Enak? Enggak.
LDR nggak pernah enak.

Bicara tentang meninggalkan dan ditinggalkan, saya pernah berencana S2 di UGM Yogyakarta. Tapi karena saya berpikir tentang “saya harus meninggalkan banyak hal di Malang, termasuk band, teman, belum lagi saya harus cari kos di Yogyakarta yang memberatkan orang tua saya” akhirnya saya memutuskan untuk S2 di Malang. Saya juga berpikir kalau saya nggak akan kuat sama perpisahan.

Tapi ternyata Tuhan tetap memberi pelajaran dengan perpisahan.

Saya punya teman akrab di S2. Kemana-mana sama dia. Curhat selalu sama dia begitu juga sebaliknya. Bahkan ketika dia ada masalah berat dan beberapa teman ninggalin dia, saya mah cuek, saya selalu percaya dia, sampai akhirnya masalahnya beres dan dia juga sempat berkata “Thank you Mon, kalau udah kayak gini, kliatan sih mana yang real mana yang fake”. Yaaa... ga bisa dipungkiri sih emang, friend like a boobs, some are big, some are small, some are real, some are fake.

Singkat cerita, di tahun kedua dia harus ke Taiwan karena dia ngambil program double degree, setahun di Indonesia, setahun di Taiwan. Mau nggak mau, saya harus ditinggal, saya harus sedih, saya harus berpikir seakan baik-baik aja.

Gampang? Enggak.
LDR nggak pernah gampang.

Perpisahan sama dia udah hampir setahun. Semoga sebentar lagi bisa ketemu

Tapi Tuhan tetap ngasih pelajaran tentang perpisahan.

Di kantor, saya punya teman yang nggak tau bisa dibilang teman baik atau enggak. Saya pernah bilang dia saiko dan dia bilang saya nyinyir. Tapi nggak tau kenapa, saya sayang dia, bahkan ketika dia mulai nggak jelas jalan pikirannya, saya menghindar, tapi saya sayang dia. Dia gila, tapi dia sabar. Dia nyebelin, tapi saya belajar banyak dari dia. Banyak. Banyak banget. Tapi sebentar lagi mungkin saya harus mulai mencari dan menemukan tempat belajar yang baru. Kenapa? Karena dia bakal pergi. Ke mana? Kanada.

Bisa berhubungan lewat teknologi kan?!
Iya, bisa. Tapi saya nggak yakin ada teknologi yang bisa nyampein ketika saya mau meluk dia atau njambak rambutnya.

Masih ada lagi sebenarnya, tapi saya ngantuk, mau tidur.

Yaaa... intinya adalah ada awal ada akhir, ada ketemu ada pisah, manfaatin waktumu sebaik mungkin sama orang-orang yang kamu sayang selagi nggak terpisah jarak dan waktu, dan percayalah bahwa ada beberapa bagian dari rasa sayang yang nggak akan bisa tersampaikan pake teknologi apapun. Semoga benar bahwa selalu ada "good" in goodbye dan "well" in farewell.

Sabtu, 28 Februari 2015

HIDUP TANPA SMARTPHONE


Hasbi, gitaris saya, smartphonenya nyemplung air sehingga dia memutuskan untuk menimbun smartphonenya dengan beras karena mitosnya emang gitu cara untuk mengatasi HP yang terkena air. Selama si smartphone ditimbun beras, dia makai HP temannya yang notabene adalah HP jadul. Berhari-hari dia pakai HP itu, pas saya tanya “mana smartphonemu? Ga kamu angkat dari timbunan beras?” dia jawab dengan “besok aja, masih males, takut belum bisa nyala juga”. Berkali-kali dia bilang gitu, sampai suatu hari smartphone saya yang rusak dan akhirnya saya memakai HP jadul.

Ternyata saya tahu rasanya.

Ketika saya bilang ke Hasbi,”Ternyata enak pakai HP jadul, nggak banyak gangguan, nggak pengen kepo siapa-siapa, HP nggak bunyi mulu, nyaman!!!”, dia jawab,”Nahh!!! Maka dari itu, aku juga nyaman, makanya smartphoneku belum ta’ angkat dari beras”
Tapi selain ada enaknya, emang ada nggak enaknya juga sih, lebih nggak hemat pastinya, trus nggak bisa tahu info terbaru orang sekitar lewat status-status mereka, tapi kalau saya pribadi yang emang lagi stress dengan kehidupan yang serba tahu gerak-gerik orang, saat ini lebih nyaman dengan HP jadul. Ibaratnya, kayak orang kota yang full dengan hiruk pikuk, sekarang lagi bisa bernapas di desa yang masih asri.

Kalau kamu? Siap nggak dengan kenyamanan baru dari HP jadul? Kalau nggak siap, jaga baik-baik smartphonemu biar nggak rusak.


For my beloved boyfriend, sabar ya... mungkin aku mau libur dari smartphone 1 bulaaaann aja :D